Ada sebuah kisah yang diceritakan kepada saya melalui sebuah pesan singkat,
Banyak teman-teman akhwat ana yang mengeluhkan ikhwan yang hanya melihat dari segi fisik daripada din, padahal mereka udah paham din, walau memang dibolehkan dalam syari’at (tentang) hal tersebut namun, tidakkah akhlak (dan) agama menjadi sebuah pertimbangan? Teman-teman ana kini banyak yang meminta dicarikan (calon pendamping hidup) ikhwan, usia mereka banyak di atas 25 tahun, haruskah mereka mendapatkan suami yang pemahaman agamanya minim? Kadang ana sangat
“miris” melihat ikhwan yang
“aneh” dalam mencari calon istri yang sudah mengenal manhaj salaf, teman anapun yang ikhwan yang sudah faham agama dan ingin ana ta’arufkan dengan teman akhwat ana, perkataan yang pertama kali ia (ikhwan) tanyakan kepada ana...
”Akhwatnya cantik tidak??”
.
.
Ada juga ikhwan yang pernah menyampaikan suatu hal kepada saya untuk dicarikan seorang calon istri,
“Akhi tolong dong ana dicarikan akhwat yang sudah bermanhaj salaf, kalau bisa yang putih, tingginya sekian dan yang bertubuh ramping..!” Saya jawab,
“Mas, ente mau cari calon istri seperti pesan makanan di restoran aja! Lha ente sendiri apa sudah punya kriteria sepadan seperti yang ente daftarkan tadi?” Ikhwan tersebut lalu tersipu dan tersenyum malu.
Tabiat
“perfect syndrome” (keinginan untuk mendapatkan seseuatu hal yang sempurna), memang masih menjadi bagian dari tabiat dasar kehidupan manusia, ambil contoh ketika seorang ikhwan mau membeli motor baru, ketika sudah sampai di dealer motor dan ditawarkan untuk memilih salah satu dari jejeran puluhan motor baru dengan jenis yang sama, ikhwan tadi masih kebingungan untuk memilih motor yang terbaik dari puluhan motor tersebut, sampai dibela-belain nungging kesana kemari untuk mengecek ada bagian yang cacat atau tidak, walaupun hal demikian sah-sah saja tetap saja membuat saya geleng-geleng kepala,
”Wan! (kebiasaan saya memanggil semua ikhwan dengan memotong bagian belakang kata ikh-wan, dengan sebutan “wan” saja), ente kan tahu ini motor baru semua, kok sampai jungkir balik begitu milihnya?” jawab ikhwan tadi,
“Afwan akhi, mau cari yang terbaik di antara yang baik..!” Saya berfikir dalam hati,
“Lha namanya motor bagian terpenting kan mesinnya, lha wong semua motor baru, kan pasti masih ces-pleng semua.” Saya hanya senyum-senyum saja menanggapi alasan ikhwan muda ini…
Apalagi di dalam memilih calon pendamping hidup yang akan mendampingi hari-harinya selama sisa masa hidupnya, seorang ikhwan kadang mencapai derajat
“hyper perfect syndrome”, dengan minta dicarikan seorang akhwat dengan syarat-syarat yang bisa masuk kategori
“mission impossible” bagi saya untuk mencarikannya, memangnya mudah
“nemu” akhwat dengan kriteria yang sempurna bak bidadari! Padahal
derajat seorang muslimah yang shalihah lebih tinggi dari pada seorang bidadari di surga kelak .Mulai dari pertanyaan
putih apa tidak?
Tingginya berapa?
Berat badannya berapa? Sudah
bekerja atau tidak? Jerawatan atau tidak, kira-kira
mirip artis siapa? ….
STOP! ente cari sendiri saja wan! Saya tidak mau terlibat sama yang beginian! Tidak mungkin saya mau jadi detektif fisik seorang akhwat, petugas sensus saja tidak sebegitunya!
Fenomena
“narsis” di kalangan ikhwan, bisa dibilang kalau tidak memalukan lalu mau dibilang apalagi? Kadang hanya perkara nama yang terdengar
“kampungan” saja bisa membuat seorang ikhwan mundur dari bursa perjodohan dadakan ini. Padahal mereka memahami hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim :
“
Wanita dinikahi karena empat perkara : Karena
hartanya, ke
cantikannya,
kedudukannya, dan
agamanya.
Pilihlah yang taat agamanya (kalau tidak) niscaya engkau akan merugi.” [“Taribat Yadaka, artinya tanganmu akan terpacak ke tana, ini merupakan kinayah (arti kiasan) dari kefakiran]
Seharusnya seseorang ikhwan yang mempunyai kehormatan dan akal bijak akan menjadikan seorang akhwat yang taat beragama sebagai “target utama” dan pengharapannya, karena keelokan akhlak akan lebih permanen dibandingkan kecantikan fisik, karena kecantikan hanyalah setebal kulit, jika kulit ini tidak ada hanya gumpalan daging dan tulang apa ikhwan masih mau menerimanya?
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mendorong para calon suami agar memilih wanita yang shalihah, dan beliau menjelaskan bahwa wanita yang shalihah adalah sebaik-baik kesenangan dunia, Imam Muslim meriwayatkan dari Abdullah bin ‘Amru bin Al-Ash radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :”Dunia adalah kenikmatan dan sebaik-baik kenikmatan duani adalah istri yang shalihah.”
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata dalam kitab beliau Syarah Al-Mumti’, bahwa wanita yang taat beragama akan membantunya dalam mentaati Allah Subhanahu wa Ta’ala danakan mengurus dengan baik tugas-tugasnya dalam mendidik anak-anaknya serta akan menjaga dirinya ketika ia tidak ada. Lain halnya dengan wanita yang tidak taat beragama, wanita itu akan menyusahkan di kemudian hari.
Ya ikhwan, seorang istri yang cantik, walaupun juga berhiaskan kosmetik yang mahal, kalau setiap hari menyerupai bemo (cemberut terus) tidak akan nyaman juga dilihat, kecantikan tidak bisa dinilai dari fisik, karena mereka (para akhwat yang taat beragama dan memelihara kehormatannya) lebih baik dari pada wanita-wanita yang mengumbar auratnya walaupun kecantikan mereka menarik hatimu.
Ada seorang ikhwan yang beralasan dengan,”Bahwa akhwat yang cantik akan lebih menambah kecintaan dan ketentraman rumah tangga.” Apakah engkau akan mengaku bahwa engkau adalah seseorang yang ber ‘ittiba kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mentaati sunnah-sunnah beliau, padahal perkataan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam,” Pilihlah yang taat agamanya (kalau tidak) niscaya engkau akan merugi.” Telah engkau lempar ke dinding, sehingga kecantikan wajah menjadi prioritas nomor satu dibanding ketaatan beragama seorang akhwat?
Sehingga banyak akhwat yang telah memiliki usia yang lebih dari cukup untuk menikah, hanya karena penampilan fisik yang kurang berkenan di hati seorang ikhwan (yang kadang standarnya ketinggian), harus rela melajang untuk waktu yang lama, sehingga kerusakan di dalam agama Islam semakin terbuka lebar, dan syaithan semakin mempunyai peluang mengajak manusia mengikuti langkah-langkahnya, mau tahu alasannya?
PERTAMA Jika seorang ikhwan lebih memprioritaskan kecantikan, maka dia akan cenderung memilih akhwat yang kurang ketaatannya dalam agama karena kecantikan akhwat tadi mempesonakan matanya dengan alasan dia akan mampu mendidiknya, dalam fase ini muncul kesombongan dalam hati si ikhwan. Padahal sesuai sunnah yang menjadi prioritas adalah ketaatan agama.
KEDUA Karena seorang ikhwan lebih memprioritaskan kecantikan akhirnya dia akan lebih lama mendapatkan istri, sehingga akan membuka peluang lebih besar bagi syaithan untuk merusak kehormatannya karena lamanya membujang, dan juga kehormatan seorang akhwat yang taat beragama terpaksa harus menikah dengan laki-laki yang minim pemahaman agamanya karena tidak ada ikhwan yang mau menikah dengannya. Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Ada tiga golongan manusia yang berhak mendapat pertolongan Allah: (1) mujahid fi sabilillah (orang yang berjihad di jalan Allah), (2) budak yang menebus dirinya supaya merdeka, dan (3) orang yang menikah karena ingin memelihara kehor-matannya.” [Hadits hasan: Diriwayatkan oleh Ahmad (II/251, 437), an-Nasa'i (VI/61), at-Tirmidzi (no. 1655), Ibnu Majah (no. 2518), Ibnul Jarud (no. 979), Ibnu Hibban (no. 4030, at-Ta’liiqatul Hisaan no. 4029) dan al-Hakim (II/160, 161), dari Shahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu. At-Tirmidzi berkata, “Hadits ini hasan.”]
KETIGA akan menyebabkan berkurangnya generasi islam yang shalih dan shalihah, karena : 1) seorang akhwat yang dinikahi laki-laki yang minim pemahaman agamanya atau ahli bid’ah akan kalah dominan pengaruhnya dalam pendidikan anak-anaknya, dalam memilih sekolah, dan kegiatan kebid’ahan yang lain. 2) karena banyak akhwat yang terlambat menikah maka peluang untuk memperbanyak keturunan yang shalih dan shalihah akan berkurang padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Menikah adalah sunnahku. Barangsiapa yang enggan melaksanakan sunnahku, maka ia bukan dari golonganku. Menikahlah kalian! Karena sesungguhnya aku berbangga dengan banyaknya jumlah kalian di hadapan seluruh ummat….” [Hadits shahih lighairihi: Diriwayatkan oleh Ibnu Majah (no. 1846) dari ‘Aisyah radhiyallaahu ‘anha. Lihat Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 2383)]
KEEMPAT kebiasaan “narsis” seorang ikhwan akan membuatnya panjang angan-angan dan suka berkhayal untuk mendapatkan seorang calon istri yang sempurna fisiknya, ikhwan yang lebih memprioritaskan kecantikan dalam pernikahannya adalah ikhwan yang mengutamakan hawa nafsu dari pada sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman : “”Biarkanlah mereka (di dunia ini) makan dan bersenang-senang dan dilalaikan oleh angan-angan (kosong). Maka kelak mereka akan mengetahui (akibat perbuatan mereka).” (Al-Hijr:3)
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membuat garis-garis lalu bersabda, “Ini adalah manusia, ini angan-angannya dan ini adalah ajalnya. Maka tatkala manusia berjalan menuju angan-angannya tiba-tiba sampailah dia ke garis yang lebih dekat dengannya (daripada angan-angannya -red).” Yakni ajalnya yang melingkupinya. [HR. Al-Bukhari (6418)]
Oleh karena itu wahai saudaraku para ikhwan, mereka wanita-wanita yang shalihah adalah pendamping yang terbaik bagimu, mereka adalah permata-permata yang tersembunyi yang jauh dari pandangan manusia, betapa banyak pernikahan yang menghasilkan kekecewaan saat kecantikan menjadi prioritas utama, cobalah engkau wahai saudaraku untuk menyimak kisah di bawah ini :
Dahulu Abdullah bin Rawahah radhiyallahu ‘anhu memiliki seorang budak wanita berkulit hitam. Hingga suatu saat ketika marah ia menamparnya kemudian ia menyesal dan mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu menceritakan hal itu kepada beliau. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Bagaimana ia wahai Abdullah?” Ia menjawab, “Wanita itu berpuasa, shalat, berwudhu dengan baik dan mengucapkan dua kalimat syahadat.” Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Ia adalah wanita mukminah.” Abdullah berkata, “Aku akan memerdekakannya dan akan menikahinya.” Lalu ia pun melakukannya. Kemudian ada sebagian orang dari kaum muslimin yang mencemoohnya, mereka mengatakan, “Ia telah menikahi seorang budak.” Dahulu mereka menikahi wanita-wanita musyrikin karena ingin mendapatkan kehormatan dari kedudukan mereka. Lalu turunlah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
“Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik daripada wanita musyrik, walaupun dia menarik bagimu.” (QS Al-Baqarah : 221)
Ada yang mengatakan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Khansaa’ budak wanita hitam milik Hudzaifah al-Yaman radhiyallahu ‘anhu. Hudzaifah berkata kepadanya, “Hai Khansaa’ engkau telah disebut-sebut di kalangan malaikat yang tinggi, meskipun parasmu jelek dan kulitmu hitam, Allah telah menyebutmu dalam Kitab-Nya.” Lalu Hudzaifah memerdekakannya dan menikahinya.” [Al-Jami’ li Ahkaamil Qur’an, Al-Qurthubi (IV/7), Ibnu Katsir (I/307), dan Fathul Qadir (I/225)]
Wahai saudaraku ikhwani fillah, pilihlah wanita yang taat beragama walaupun wajahnya jauh dari harapanmu, karena ia akan menyenangkan pandanganmu kelak ketika engkau mengenali kecantikan akhlaknya, bukan seorang wanita yang memiliki kecantikan namun akan menyakiti pandanganmu ketika engkau mengenal akhlaknya, Istri shalihah adalah jannah kebahagiaan yang dapat melepaskan kesedihan yang engkau rasakan, embun yang senantiasa menyejukkan setiap ruangan dalam rumahmu, sesungguhnya wanita yang shalihah, bertaqwa, beriman dan wara’ akan menjadi seorang teman dan pendamping yang tidak akan terpisah dari setiap desah nafasmu… di dunia dan di akhirat.
Jazakumullahu khairan kepada penyumbang materi dan masukan tentang realitas dan fenomena “ikhwan narsis” ini, semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmati antum semua.
Wallahu a’lam bishowab
.
diambil dari group “Bengkel Akhlak Sunnah” (Salah satu anggota milis Shalihah sudah minta izin ke penulis)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar