Hidup harus dijalani dengan Ikhlas.
Kaya... kujalani.
Miskin... juga kujalani.
Senang... kujalani.
Susah... juga kujalani.
Jadi, kenapa tidak menjalaninya dengan senyuman?
Glitter Graphics

Senin, 29 Maret 2010

Surat Untukmu....

Ustad. Armen halim naro : Curahan hati sang ibu melalui surat kepada anaknya


Wahai anakku...
Kutulis risalah ini...dari tangan seorang ibu yang merana...
Yang ditulisnya dengan rasa malu... dalam kegelisahan dan lamanya penantian....
Lama dipegangnya pena ini... Hingga berlinang airmatanya....

Wahai anakku...
Telah senja kini usia ibu dan aku melihat dirimu telah beranjak dewasa...
Telah sempurna akal dan telah matang pikiranmu...anakku.
Diantara hak ibu...sudi kiranya engkau membaca suratku ini, namun bila engkau enggan wahai anakku...robeklah suratku ini sebagaimana engaku telah merobek-robek hati ibumu ini....

Wahai anakku...
Dua puluh lima tahun yang silam kebahagian paling besar kurasakan dalam hidupku...
Tatkala dokter mengabarkan kehamilanku...dan setiap ibu wahai anakku....sungguh telah mengetahui makna kalimat ini dengan baik.
Sungguh itu merupakan kebahagiaan dan kegembiraan, dan mulainya awal kepayahan dan perubahan dalam tubuhku...
Setelah berita gembira ini...
Ibu mengandungmu selama sembilan bulan dengan penuh kebahagiaan, aku bangkit, tidur, dan makan dengan penuh kesulitan dan akupun bernafas dengan kepayahan,namun...
Semua kesulitan dan kepayahan ini tidak mengurangi sedikitpun rasa cintaku padamu...dan sayangku padamu...
Bahkan cinta kasihku semakin bertambah padamu. Dengan berjalannya waktu kian bertambah besar rasa rinduku menanti kehadiranmu....
Aku mengandungmu anakku dengan penuh kepayahan... dan rasa sakit yang tiada terkira...
Betapa gembiranya diriku tatkala kurasakan kegembiraanmu...dan bertambah pula kebahagiaanku tatkala kurasakan betambahnya berat tubuhmu yang tentunya membuat berat bagi diriku....
Sungguh inilah kepayahan yang panjang kurasakan....

Datang malam-malam dimana aku tak dapat tertidur... dan kedua matakupun tak kuasa kupejamkan.... Anakku...
kurasakan sakit, kegelisahan, dan rasa takut yang mencekam yang tak bisa kuungkapkan dengan pena ini... dan kukatakan dengan ungkapan lisan.
Hingga aku melihat dengan kedua mataku seakan-akan kematian akan menjemput diriku sampai akhirnya... kamu terlahir kedunia.
Airmata kepedihanku terpancar bersamaan dengan jerit tangismu...
hilanglah rasa sakit dan kepedihan....

Wahai anakku...
telah berlalu masa-masa dimana aku meninabobokanmu di dadaku...
dan aku mandikan dirimu dengan kedua tanganku...
kujadikan pangkuanku sebagai ranjang bagimu dan susuanku sebagai makanan untukmu
Aku terjaga sepanjang malam agar kau dapat tertidur pulas...
dan aku berlelah disiang hari untuk kebahagiaan dirimu, kebahagiaanku...
tatkala kamu meminta sesuatu pada ibu dan segera kupenuhi pintamu...itulah puncak tertinggi kebahagiaanku....
Telah lewat malam-malam dan telah berlalu hari demi hari, demikian kulakukan semua itu untuk kebahagiaanmu, melayanimu sepenuhnya dan tidak melalaikanmu, menyusuimu tiada henti-hentinya dan merawatmu tanpa ada rasa kebosanan hingga bertambah besar tubuhmu...

Tibalah masa remajamu dan tanda-tanda kedewasaanpun telah tampak padamu. Hingga ibu mencarikan untukmu seorang wanita yang kamu inginkan untuk kau nikahi....
dan tibalah waktu pernikahanmu yang membuat sedih hatiku...
berlinang air mataku karena kebahagiaan dengan lembaran hidup barumu...
bercampur duka yang dalam karena aku berpisah denganmu.

Kemudian tibalah masa-masa yang amat berat bagi diriku, dimana kurasakan dirimu kini bukanlah buah hati yang kukenal.Sungguh engkau telah mengingkari diriku, melupakan hak-hakku.
Hari terus berlalu dan tidak pernah lagi kulihat dirimu, tidak pernah kudengar lembut suaramu, apakah kamu lupa kepada seorang wanita yang telah memeliharamu dengan penuh rasa cinta....

Wahai anakku...
aku tidak menuntut apa-apa darimu...
jadikanlah diriku layaknya sahabat yang kamu miliki. Jadikanlah diriku wahai buah hatiku salah satu tempat persinggahanmu yang senantiasa kamu kunjungi setiap bulan walau hanya sesaat.

Wahai anakku...
gemetar seluruh tubuhku, lemah kurasakan badanku karena sakit yang aku derita, berbagai penyakit silih berganti mampir padaku.
Aku tidak mampu berdiri melainkan dengan kesulitan dan aku tidak mampu untuk duduk melainkan dengan kepayahan dan senantiasa hati ini dipenuhi dengan rasa rindu akan cinta dan sayang padamu.

Apabila suatu saat ada orang yang memuliakan dirimu, niscaya kamu akan memujinya karena perlakuannya terhadap dirimu, dan kebaikan sikapnya pada dirimu.
Dan ibumu ini. wahai anakku...
lebih banyak berbuat kebaikan pada dirimu dan berlaku ma’ruf padamu hingga tidak dapat dibalas dengan apapun jua....
Ibu telah merawatmu, melayani semua kebutuhanmu bertahun-tahun lamanya. manakah balasanmu...?
Apakah setelah semua ini...hatimu menjadi keras? dan berlalunya waktu kian membuat dirimu jauh.

Wahai anakku...
acap kali aku mengetahui kau bahagia dalam hidupmu, bertambah pula kebahagiaan dan kegembiraanku.Namun betapa herannya ibu pada dirimu anakku...
yang telah kubesarkan dengan belaian kedua tanganku.
Dosa apakah yang telah kuperbuat hingga aku menjadi musuh bagimu...?
Engkau tidak mau menjengukku, beratkah langkah kakimu untuk mengunjungiku...?
Apakah aku melakukan suatu kesalahan pada dirimu?ataukah aku telah melakukan kelalaian dalam melayanimu...?
Jadikanlah diriku layaknya pelayan-pelayanmu yang engkau berikan upah kepada mereka....
Berikanlah aku sedikit saja dari rasa belas kasih dan sayangmu.

Berbuat baiklah pada diriku wahai anakku...
karena sesungguhnya Alloh akan memberikan balasan (kebaikan) orang yang berbuat baik....
Wahai anakku...
tidak ada yang kuinginkan didunia ini selain melihat wajahmu...
tidak ada yang kuingin selain itu, biarkanlah aku menatap wajahmu, meredakan amarahmu.

Wahai anakku...
bergetar keras degup jantungku, berlinang deras air mataku...
kulihat dirimu hidup bahagia tercukupi.
Senantiasa manusia memperbincangkan akan kebaikanmu, kedermawanan dan kemuliaanmu.

Wahai anakku...
apakah kiranya hatimu masih memiliki seberkas rasa belas kasih terhadap seorang wanita yang renta dan lemah ini?yang hatinya diliputi dengan kerinduan dan diselimuti dengan kesedihan.
Kamu telah membuat duka hatinya, membuat airmatanya berlinang, hancur hatinya, dan terputusnya hubungan...
Aku tidak akan mengadukan kepedihan ini dan belum terhapus kedukaan ini, karena bila naik menembus awan-awan dan mengetuk pintu-pintu langit, niscaya bala akan datang padamu, berbagai keburukan menghampirimu dan musibah besar akan menimpamu.
Tidak...
tidak akan mungkin aku lakukan hal tersebut wahai anakku, kamu akan senantiasa menjadi buah hatiku penyejuk pendengaranku dan kebahagiaan duniaku

Sadarlah anakku...
rambut putihmu mulia tampak, telah berlalu waktu dan masa yang panjang menjadikan dirimu mulai menua.
Anakku...
bukankah balasan itu sesuai dengan perbuatan....
Niscaya kamu akan menulis surat ini kepada anakmu dengan linangan airmata sebagaimana aku menulis surat ini untukmu.

Wahai anakku...
takutlah kepada Alloh...
hentikanlah tangisnya, hapuslah kedukaannya.Setelah itu, jika kau inginkan sobeklah suratnya...
dan ketahuilah anakku “Barangsiapa yang mengamalkan kebaikan maka kebaikan itu untuknya dan barangsiapa yang berbuat keburukan maka keburukan itu akan kembali padanya....”


(bersambung....balasan dari sang anak)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar